Warga perbatasan Indonesia dengan Malaysia yang bermukim di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, tidak menginginkan konfrontasi kedua negara serumpun tersebut.
"Sebagai warga perbatasan, kami tidak sepakat jika terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia," kata seorang agen tiket di dermaga penyeberangan Pulau Sebatik ke Tawau, Malaysia, Jamal, di Tarakan, Rabu (20/4) kemarin.
Warga perbatasan, katanya, banyak menggantungkan hidup di negeri jiran tersebut. Setiap hari puluhan warga Sebatik menyeberang ke Tawau untuk menjual hasil pertanian mereka. Sedangkan kebutuhan pokok setiap hari juga berasal dari daerah Malaysia karena lebih mudah dijangkau daripada membeli di Nunukan.
Ia mempertanyakan nasib warga perbatasan itu, jika Indonesia dengan Malaysia berkonfrontasi "Jadi, jika terjadi gejolak antara Indonesia dan Malaysia, bagaimana dengan nasib kami?" katanya bertanya.
Jamal yang warga Pulau Sebatik yang sering ke Tawau itu mengatakan, desakan sejumlah orang yang menyerukan "ganyang Malaysia" ketika terjadi insiden, karena mereka tidak mengetahui kondisi warga perbatasan.
"Mereka tidak merasakan langsung dampaknya jika hal itu terjadi tapi kami yang berada di perbatasan inilah yang sangat merasakan dampaknya. Jadi, kami meminta agar orang-orang yang sering menyerukan 'ganyang Malaysia' agar bisa melihat persoalan secara jernih sebab masalah integritas bangsa tidak harus diselesaikan dengan perang," katanya.
Ia menyatakan dukungan kepada sikap pemerintah yang bijaksana dengan menempuh jalur diplomasi, jika terjadi permasalahan dengan Malaysia.
Pulau Sebatik merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Nunukan yang berbatasan langsung dengan Tawau, Malaysia, yang hanya ditempuh selama 15 menit dengan menggunakan kapal motor.
Selama ini, katanya, saat hubungan kedua negara memanas seperti terkait dengan penangkapan nelayan atau hal lainnya, aktivitas di perbatasan tetap seperti hari biasa.
"Warga tetap menyeberang ke Tawau. Kami berharap situasi ini tetap berlangsung sebab walau bagaimanapun, sebagian besar warga di Tawau adalah orang kita sendiri. Walaupun sudah banyak yang menjadi warga negara Malaysia bahkan ada yang sudah menjadi pegawai maupun tentara dan polisi," katanya.
Seorang warga Malaysia, H. Rahman, yang ditemui di dermaga penyeberangan Pulau Sebatik-Tawau juga mengaku, tetap menginginkan hubungan Indonesia dengan Malaysia harmonis.
"Jika ada aksi unjuk rasa menyerukan 'ganyang Malaysia' di Indonesia, kami tidak terpengaruh sebab kami menilai itu hanya tuntutan segelintir orang saja," katanya.
Ia mengaku berasal dari Sengkang, Sulawesi Selatan dan telah menjadi warga Malaysia sejak 1995. Sebagian besar warga Malaysia di Sabah, khususnya Tawau adalah orang Indonesia yang telah menjadi warga negara Malaysia.
"Walaupun saya sudah menjadi warga negara Malaysia tetapi darah saya Indonesia. Jadi, kami sangat tidak menginginkan terjadi sesuatu antara Indonesia dan Malaysia. Bagaimana dengan nasib ribuan orang Indonesia yang telah menjadi warga negara Malaysia," katanya.
Ia mengaku setiap tahun sekali kembali ke kampung halamannya di Sengkang untuk menjenguk sanak famili.
SUMBER :
0 KOMENTAR ANDA:
Posting Komentar